Setelah Menuai Kritik Terkait RUU Penyiaran, DPR Akan Konsultasi dengan Pers

Diupdate pada 15 Mei, 2024 9:15

Tayang Rabu,(15/05/2024)

Jakarta –Borneoindonesianews.com,- Setelah ramai menuai kritik atas usulan pasal larangan hasil jurnalisme, DPR bakal konsultasi dengan pers.
Menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, DPR bakal berkonsultasi dengan pers agar usulan klausul itu bisa berjalan dengan baik.
“ Ya mungkin kita akan konsultasi dengan kawan-kawan bagaimana caranya supaya semua bisa berjalan dengan baik, haknya tetap jalan, tetapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisir,” kata Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/05/2024).

Sebut Dasco, sejumlah anggota DPR Komisi I selaku komisi terkait telah meminta waktu untuk berkonsultasi merespon banyaknya kritik atas calon beleid itu.
Dasco berpendapat, seharusnya produk jurnalisme investigatif itu tak dilarang lantaran juga dijamin oleh UU.
Meski dijamin UU, kata Dasco, tak semua hasil atau produk jurnalisme investigasi benar. Oleh karena itu, pihaknya mengaku akan mencari jalan tengah yang mengatur soal itu.
“Ya seharusnya enggak dilarang, tapi impact-nya gimana caranya kita pikirin supaya kemudian jangan sampai, kan itu kadang-kadang enggak semua kan, ada juga yang sebenarnya hasil investigasinya benar, tapi ada juga yang kemarin kita lihat juga investigasinya separuh benar,” ucap Dasco.

Terpisah, Menkominfo RI Budi Arie Setiadi mempertanyakan larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dalam draf RUU Penyiaran.
Menurut Budi, hakikat dasar dari jurnalistik ialah investigasi. Ia menyatakan jurnalistik di Indonesia haruslah terus berkembang mengikuti tuntutan masyarakat.
“Jurnalistik harus investigasi, masa dilarang? Jurnalistik harus terus berkembang karena tuntutan masyarakat juga berkembang,” ujarnya di Jakarta, dikutip Antara, Selasa (14/05/2025).


Jangan mengebiri pers
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Wartawan Republik Indonesia, Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.MKn, menyayangkan sikap DPR yang terlalu terburu-buru merevisi UU Penyiaran, tanpa mengajak berembug kalangan pers maupun organisasi pers terlebih dahulu.
Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn
Menurut dia, dalam revisi UU Penyiaran, ada pasal-pasal yang bermasalah, jika dipaksakan, nanti akan menimbulkan masalah.
“ PWRI menyayangkan sikap DPR yang terlalu terburu-buru merevisi UU Penyiaran tanpa melibatkan institusi pers. Setelah menuai kritik, baru mau berkonsultasi.

Ini ada kepentingan apa? Sementara, periode keanggotaan DPR sebentar lagi akan berakhir. Kok kesannya memaksakan begitu.  RUU Penyiaran memerlukan pembahasan yang lebih mendalam. Selaku organisasi pers, PWRI menolak, karena itu tindakan inkonstitusional, tidak sesuai dengan nilai demokrasi, kerena media tidak dapat lagi melakukan fungsi kontrol sosial,” kata Suriyanto ketika dikonfirmasi, Rabu (15/5/2024).
“ UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang mengatur soal kebebasan pers sudah on the track, masyarakat pers sudah nyaman. Tinggal implementasinya yang harus dibenahi,” pungkasnya.
(Robet T. Silun/Pemred)

Bagikan via:

Berita Milik BorneoIndonesiaNews