Diupdate pada 29 September, 2025 7:48
JAKARTA-Borneoindonesianews.com,- Perusahaan sawit yang hendak melakukan pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) tahap terakhir atau tahap ketiga untuk paling lama 35 tahun harus menyediakan lahan plasma sebesar 30 persen dari total luas kebun sawit yang dimiliki. Hal ini disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/01/2025).
Perusahaan Sawit Wajib Sediakan Lahan Plasma Sebelum Perpanjangan HGU “Selain plasma 20 persen, kita minta tambah karena dia (perusahaan sawit) sudah menikmati 60 tahun (HGU tahap pertama dan kedua), tambah 35 tahun (HGU tahap ketiga), jadi 95 tahun. Untuk tahap ketiga kita minta tambah minimal 10 persen untuk masyarakat, sehingga 30 persen plasmanya untuk pembaruan,” ujar Nusron. Ada pun selama ini, perusahaan sawit pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) wajib menyerahkan lahan plasma sebesar 20 persen. Nusron Wahid mengatakan, alokasi 20 persen lahan plasma kini hanya berlaku untuk pemberian HGU tahap pertama selama 35 tahun, dan perpanjangan HGU tahap kedua untuk 25 tahun selanjutnya.

Aturan baru ini akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN. Nusron menegaskan bahwa saat ini perusahaan sawit juga wajib untuk menyerahkan lahan plasma di awal tahapan pemberian, perpanjangan, maupun pembaruan HGU. “Dulunya plasma itu hanya dijanjikan nanti setelah perpanjangan, tapi mulai saat ini plasma harus diberikan di depan 20 persen untuk yang (perusahaan sawit) mengajukan baru (HGU),” lanjut Nusron.
Sawit Sudah Biasa Dilihat Warga Setempat Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pemilik HGU diberikan jangka waktu penguasaan paling lama 35 tahun untuk tahap pertama. Kemudian pemilik HGU bisa melakukan perpanjangan hingga 25 tahun untuk tahap kedua apabila HGU tahap pertama sudah habis, dan 35 tahun untuk pembaruan tahap terakhir atau tahap ketiga.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan komitmennya menindak tegas perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan kebun plasma seluas 20 persen dari total lahan yang mereka kelola.
Ia menyebut masih banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelak dari tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa lahan plasma harus dicari di luar area HGU. Padahal, menurut Nusron, ketentuan jelas menyebutkan bahwa plasma merupakan bagian dari HGU.
“Kalau ada perusahaan yang nggak mau Plasma, akan kami tegur. Dan kalau nggak nurut juga, akan kami cabut HGU-nya. Ini aturan, bukan tawar-menawar,” tegas Nusron, Kamis (24/4/2025).
Kewajiban 20 persen plasma merupakan regulasi yang mengharuskan perusahaan sawit menyediakan sebagian lahan dari total HGU mereka untuk dikelola masyarakat sebagai kebun plasma.
Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar melalui sistem kemitraan. Tak hanya menyediakan lahan, perusahaan yang mengajukan perpanjangan atau pembaruan HGU juga wajib membuktikan bahwa mereka telah menjalin kerja sama yang sehat dan berkeadilan dengan petani plasma.
Hal ini termasuk memastikan kebun plasma dikelola oleh petani mandiri, bukan melalui koperasi yang dikendalikan oleh karyawan perusahaan. “Plasma itu hak rakyat,” tegas Nusron.
Ia juga mengingatkan bahwa pengabaian terhadap kewajiban plasma akan menjadi catatan serius dalam evaluasi izin HGU selanjutnya.
ROBET T. SILUN : (PEMRED-BI)






