Diupdate pada 10 September, 2023 9:18
Tayang Senin, (11/09/2023)
Kota Cirebon-Borneoindonesianews.com,- Saparan atau Safar adalah bulan ke dua dalam perhitungan kalender Islam Jawa.
Rabu terakhir di bulan ini atau orang Cirebon mengenal dengan istilah “Rebo Wekasan”.
Asal usul dari beberapa sumber yang diyakini masyarakat bahwa di hari rabu terakhir di bulan Safar ini biasanya banyak terjadi bala.
Sementara menurut ulama besar, Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar” mengatakan, “Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Untuk mencegahnya dianjurkan melakukan salat sunah 4 rokaat, dua kali salam. Dengan bacaan surat al-Kautsar sebanyak 17 kali, di rakaat pertama, dibaca surat al-Ikhlas sebanyak 5 kali, di rokaat ke dua, dibaca surat al-Falaq. Di rakaat ketiga surat an-Nas di baca satu kali, juga di raka’at yang keempat. Kemudian di akhiri dengan membaca do’a.
Masyarakat Cirebon percaya, di bulan ini untuk tidak melakukan beberapa aktifitas seperti; melakukan perjalanan jauh atau perkerjaan yang cukup berbahaya. Dianjurkan di bulan ini banyak membantu orang lain dan memperbanyak sedekah khususnya untuk anak-anak yatim, para janda tua dan kaum jompo, di lain itu pula kita lebih meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi diantara sesama. Berkaitan dengan ini maka masyarakat Cirebon selama bulan ini melakukan 3 macam kegiatan yang dikenal dengan “Ngapem, Ngirab dan Rebo Wekasan serta Tawurji”.
Ngapem bentuk Rasa SyukurNgapem berasal dari kata Apem yaitu berupa kue yang terbuat dari tepung beras yang di fermentasi. Apem dimakan disertai dengan pemanis (Kinca) yang terbuat dari gula jawa dan santan. Umumnya masyarakat masih melakukan ini dengan membagi-bagikan ke tetangga yang intinya adalah bersyukur (Selametan) di bulan Safar yang kita terhindar dari malapetaka. Pesan yang diambil dari Apem dan Kinca ini juga melambangkan kita untuk lebih memperhatikan fakir miskin, tetangga dan kerabat dekat untuk lebih mempererat tali silaturahmi karena di bulan ini penuh dengan malapetaka.
Ngirab Pembersihan Diri dan Alam, Bulan Safar diyakini bulan yang penuh malapetaka yang kemungkinannya bisa terjadi di antara kita. Hal ini konon di yakini sebagai upaya Sunan Kalijaga untuk mencegah kemungkinan datangnya Rebo Wekasan, beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati untuk membersihkan diri dari bala di hari Rebo Wekasan. Ini akhirnya di ikuti oleh masyarakat pada saat itu dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon. Hingga kini masyarakat Cirebon di hari Rebo Wekasan mengunjungi petilasan Sunan Kalijaga. Dengan menggunakan perahu mereka menuju kalijaga dan melakukan mandi di tempat yang diyakini dulu Sunan kalijaga mandi. Kegiatan mandi tolak bala juga di lakukan dibeberpa wilayah lain.
Adat ini disebut dengan “Ngirab” yang artinya bergerak atau menggerakan sesuatu untuk membuang yang kotor. Beberapa masyarakat masih meyakini adat ini dengan dengan serius secara sepiritual.
Tawurji untuk Bebagi Semua kegiatan di bulan Safar ini belumlah lengkap bila tidak di akhiri dengan Rebo Wekasan yang merupakan hari yang sangat penting. Selepas Isya hingga Subuh merupakan pergantian hari yg biasanya di pagi hari banyak anak-anak yang berkopiah dengan sarung yang di kalungkan ke badannya akan keliling dari rumah ke rumah untuk mensenandungkan nyanyian ;
“Wur tawur nyi tawur, selamat dawa umur…” yang artinya Bagikan lah sesuatu ke kami semoga selalu sehat /aman dan panjang umur…”
Tradisi tawurji (sawer) sebagai salah satu tradisi tolak bala di bulan Safar. (istimewa)
Biasanya si empunya rumah akan menanyakan: ” Sing endi cung?” terus akan di jawab oleh mereka dari pesantren atau dari daerah mana mereka tinggal…Mereka biasanya berkelompok minimal dua atau tiga orang dan kadang berlima.
Namun tradisi dan ritual seperti di atas lambat laun semakin terkikis oleh perkembangan zaman. namun esensinya harus tetap lestari diantaranya Apem dan Tawurji agar kita tetap memperhatikan kesejahteraan orang lain selain diri kita sendiri, tradisi berbagi/ sedekah harus terus dilakukan. Begitupun dengan Ngirab, kita diajari untuk membersihkan diri dari kotoran serta melestarikan alam dnegan menjaga dan memperhatikan kebersihan sungai. Rebo Wekasan sendiri agar tetap waspada dan memperbaiki diri akan segala kemungkinan buruk dalam hidup, dengan beribadah, berdoa, bersedekah dan instropeksi diri.
(Tim Cirebon)
Editor : Robet T. Silun